Hukum Masturbasi Menurut Agama
Thursday, June 19, 2014
Add Comment
HUKUM MASTURBASI
Rani
Assalamualaikum Wr.
Wb. Ust apa hukumnya masturbasi atau berfantasi sex bagi wanita? Apakah
sama halnya dengan laki-laki?? Wassalam.
Jawaban:
Assalamu `Alaikum Wr.
Wb. Fantasi dan onani hukumnya sama saja bagi laki-laki dan wanita.
Sebagaimana sudah sering kami bahas sebelumnya tentang onani, maka
hukumnya mengikat bukan saja bagi laki-laki namun juga wanita. Masalah
yang berkaitan dengan onani atau dalam bahasa arabnya disebut istimna`
banyak dibahas oleh para ulama. Sebagian besar ulama mengharamkannya
namun ada juga yang membolehkannya.
1. Yang mengharamkan: Umumnya para ulama yang mengharamkan onani berpegang kepada firman Allah SWT : "Dan
orang-orang yang memelihara kemaluannya kecuali terhadap isterinya atau
hamba sahayanya, mereka yang demikian itu tidak tercela. Tetapi
barangsiapa mau selain yang demikian itu, maka mereka itu adalah
orang-orang yang melewati batas." (Al-Mu'minun: 5-7) Mereka
memasukkan onani sebagai perbuatan tidak menjaga kemaluan. Dalam kitab
Subulus Salam juz 3 halaman 109 disebutkan hadits yang berkaitan dengan
anjuran untuk menikah: Rasulullah SAW telah bersabda kepada kepada kami "Wahai
para pemuda, apabila siapa diantara kalian yangtelah memiliki baah
(kemampuan) maka menikahlah, kerena menikah itu menjaga pandangan dan
kemaluan. Bagi yang belum mampu maka puasalah, karena puasa itu sebagai
pelindung.” HR Muttafaqun `alaih. Di dalam keterangannya dalam
kitab Subulus Salam, Ash-Shan`ani menjelaskan bahwa dengan hadits itu
sebagian ulama Malikiyah mengharamkan onani dengan alasan bila onani
dihalalkan, seharusnya Rasulullah SAW memberi jalan keluarnya dengan
onani saja karena lebih sederhana dan mudah. Tetapi Beliau malah
menyuruh untuk puasa. Sedangkan Imam Asy-Syafi`i mengharamkan onani
dalam kitab Sunan Al-Baihaqi Al-Kubro jilid 7 halaman 199 dalam Bab
Onani ketika menafsirkan ayat Al-Quran surat Al-Mukminun…Dan orang-orang
yang memelihara kemaluannya. Begitu juga dalam kitab beliau sendiri
Al-Umm juz 5 halaman 94 dalam bab Onani. Imam Ibnu Taymiyah ketika
ditanya tentang hukum onani beliau mengatakan bahwa onani itu hukum
asalnya adalah haram dan pelakunya dihukum ta`zir, tetapi tidak seperti
zina. Namun beliau juga mengatakan bahwa onani dibolehkan oleh sebagian
shahabat dan tabiin karena hal-hal darurrat seperti dikhawatirkan jatuh
ke zina atau akan menimbulkan sakit tertentu. Tetapi tanpa alasan
darurat, beliau (Ibnu Taymiyah) tidak melihat adanya keringanan untuk
memboleh onani.
2. Yang membolehkan:
Diantara para ulama yang membolehkan istimna` antara lain Ibnu Abbas,
Ibnu Hazm dan Hanafiyah dan sebagian Hanabilah. Ibnu Abbas mengatakan
onani lebih baik dari zina tetapi lebih baik lagi bila menikahi wanita
meskipun budak. Ada seorang pemuda mengaku kepada Ibnu Abbas "Wahai Ibnu Abbas, saya seorang pemuda dan melihat wanita cantik. Aku mengurut-urut kemaluanku hingga keluar mani." Ibnu Abbas berkata "Itu lebih baik dari zina, tetapi menikahi budak lebih baik dari itu (onani).
Mazhab Zhahiri yang ditokohi oleh Ibnu Hazm dalam kitabnya Al-Muhalla
juz 11 halaman 392 menuliskan bahwa Abu Muhammad berpendapat bahwa
istimna` adalah mubah karena hakikatnya hanya seseorang memegang
kemaluannya maka keluarlah maninya. Sedangkan nash yang mengharamkannya
secara langsung tidak ada. Sebagaimana dalam firman Allah: "Dan telah Kami rinci hal-hal yang Kami haramkan"
Sedangkan onani bukan termasuk hal-hal yang dirinci tentang
keharamannya maka hukumnya halal. Pendapat mazhab ini memang mendasarkan
pada zahir nash baik dari Al-Quran maupun Sunnah. Sedangkan para ulama
Hanafiyah (pengikut Imam Abu Hanifah)dan sebagian Hanabilah (pengkikut
mazhab Imam Ahmad) -sebagaimana tertera dalam Subulus Salam juz 3
halaman 109 dan juga dalam tafsir Al-Qurthubi juz 12 halaman 105-
membolehkan onani dan tidak menjadikan hadits ini tentang pemuda yang
belum mampu menikah untuk puasa diatas sebagai dasar diharamkannya
onani. Berbeda dengan ulama syafi`iah dan Malikiyah. Mereka memandang
bahwa onani itu dibolehkan. Alasannya bahwa mani adalah barang
kelebihan. Oleh karena itu boleh dikeluarkan, seperti memotong daging
lebih. Namun sebagai cataan bahwa ada dua pendapat dari mazhab
Hanabilah, sebagian mengharamkannya dan sebagian lagi membolehkannya.
Bila kita periksa kitab Al-Kafi fi Fiqhi Ibni Hanbal juz 4 halaman 252
disebutkan bahwa onani itu diharamkan. Ulama-ulama Hanafiah juga
memberikan batas kebolehannya itu dalam dua perkara:
1. Karena takut berbuat zina.
2. Karena tidak mampu kawin.
Pendapat Imam Ahmad
memungkinkan untuk kita ambil dalam keadaan gharizah itu memuncak dan
dikawatirkan akan jatuh ke dalam haram. Misalnya seorang pemuda yang
sedang belajar atau bekerja di tempat lain yang jauh dari negerinya,
sedang pengaruh-pengaruh di hadapannya terlalu kuat dan dia kawatir akan
berbuat zina. Karena itu dia tidak berdosa menggunakan cara ini (onani)
untuk meredakan bergeloranya gharizah tersebut dan supaya dia tidak
berlaku congkak dan gharizahnya itu tidak menjadi ulat. Tetapi yang
lebih baik dari itu semua, ialah seperti apa yang diterangkan oleh
Rasulullah SAW terhadap pemuda yang tidak mampu kawin, yaitu kiranya dia
mau memperbanyak puasa, dimana puasa itu dapat mendidik beribadah,
mengajar bersabar dan menguatkan kedekatan untuk bertaqwa dan keyakinan
terhadap penyelidikan (muraqabah) Allah kepada setiap jiwa seorang
mu'min. Sedangkan dari sisi kesehatan, umumnya para dokter mengatakan
bahwa onani itu tidak berbahaya secara langsung. Namun untuk lebih
jelasnya silahkan langsung kepada para dokter yang lebih menguasai
bidang ini. Wallahu A`lam bis-shawab.
WallahuA’lam bis-Shawab. Wassalamu `alaikum Wr. Wb
0 Response to "Hukum Masturbasi Menurut Agama"
Post a Comment